PIKIRANSUMBAR – Dalam rangka mengurangi pemakaian pupuk kimia, Pemerintah Kota Solok melalui Dinas Pertanian Kota Solok mengembangkan inovasi Biosaka. Biosaka adalah Bahan aktif yang berasal dari mahluk hidup, dalam hal ini tanaman guna menyelamatkan alam dengan cara kembali ke alam.
Inovasi ini dilakukan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Lubuk Sikarah dengan mengadakan training penyuluh pertanian mengenai pembuatan Biosaka, Selasa (21/2/23) di kantor tersebut.
Kegiatan ini diikuti oleh seluruh Penyuluh Pertanian dan Perikanan, Penyuluh Pertanian Swadaya serta petugas teknis di BPP Kecamatan Lubuk Sikarah. Turut hadir, Kepala Bidang Penyuluhan, Joni Harnedi dan Koordinator Penyuluh Pertanian Kota Solok, Nazifah dan Rahmad Yendi.
Joni Harnedi menyampaikan agar inovasi Biosaka ini dapat dikembangkan kepada masyarakat, karena Biosaka tersebut bisa membantu masyarakat petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia dan dapat sebagai pengendali Hama dan Penyakit Tanaman. Selain itu, teknologi ini sangat sederahana, murah dan dapat dibuat sendiri oleh petani dalam upaya menekan biaya produksi dan meningkatkan produktivitas usahataninya.
Materi dan Praktek Biosaka ini dipandu oleh Koordinator Pengendali Hama Penyakit Tanaman Laboratorium Hama Penyakit, Zainal Bahri, SP. Zainal menyampaikan bahwa Biosaka bukanlah pupuk maupun pestisida, namun Biosaka merupakan elevator atau penyemangat dan penyambung sinyal pada tanaman.
Biosaka sebagai elisitor yaitu senyawa kimia yang dapat memicu respon fisiologi, morfologi pada tanaman menjadi lebih baik, memberikan sinyal positif bagi membran sel pada akar sehingga lebih energik dan produktif. Biosaka adalah salah satu sistem teknologi terbarukan dalam perkembangan dunia pertanian organik modern yang terbentuk sebagai bioteknologi.
Biosaka dapat merangsang bagian-bagian tanaman agar lebih aktif dalam menyerap nutrisi atau unsur hara. Pemakaian Biosaka juga dapat mengurangi pemakaian pupuk sekitar 40% dan dapat mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT).
Zainal menjelaskan bahwa dalam pembuatan Biosaka cukup menggunakan kearifan lokal berupa bahan-bahan dari tanaman yang berada di sekitar. Tanaman yang paling baik dijadikan bahan Biosaka adalah tanaman yang tumbuh subur dan bagus di lahan-lahan ekstrim dan kritis, namun jika tidak ada tanaman yang seperti itu maka bisa digunakan tanaman yang ada.
Persyaratan tanaman yang dapat diolah menjadi Biosaka adalah tanaman yang bebas dari serangan Hama dan Penyakit serta bebas dari kimia. Jenis tanaman yang digunakan dalam pembuatan Biosaka minimal 5 jenis dengan kelipatan ganjil.
Pada praktek pembuatan Biosaka, alat-alat yang dibutuhkan adalah panci, ember, botol aqua, dan saringan. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah 1 genggam daun-daun, bunga maupun bagian tanaman dan 2,5 liter Air (lebih baik air sumur atau air hujan).
Cara pembuatan Biosaka, pertama-tama pisahan atau pilih tanaman yang bebas serangan Hama Penyakit dan kimia dan dicuci/dibersihkan, masukkan ke dalam baskom dan tambahkan 2,5 Liter Air. Selanjutnya diremas (tanpa menggunakan tenaga), sambil meremas aduk air berlawanan arah jarum jam. Peremasan dan pengadukan dilakukan sekitar 15 menit dimana hasilnya air dan cairan tanaman sudah homogen.
“Ketika membuat Biosaka dibutuhkan keikhlasan, kesabaran dan berdo’a untuk keberhasilan pembuatannya. Biosaka dapat diaplikasikan pada semua jenis tanaman. Biosaka dapat langsung dipakai dan dapat disimpan kurang lebih 2 bulan,” jelasnya.
Pengaplikasian Biosaka pada tanaman Muda seperti sayuran adalah 40 cc untuk 1 Tangki Handspryer untuk 1 Ha lahan. Sedangkan untuk tanaman keras dengan takaran 100 cc untuk 1 tangki handspryer untuk 1 ha lahan. Pemakaian bisa disemprotkan ke daun maupun ke tanah.
“Yang penting dalam pengaplikasian adalah pengembunan. Waktu yang dianjurkan untuk penyemprotan atau pemakaian adalah sore atau pagi hari ketika matahari tidak ada,” kata Zainal.