Pikiransumbar.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Solok menyatakan Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) Walikota dan Wakil Walikota Solok, H. Nofi Candra, SE dan Leo Murphy, SH, MH, telah memenuhi persyaratan administrasi dan kesehatan untuk berlaga di Pilkada Kota Solok 2024. Hal serupa juga berlaku bagi pasangan Dr. H. Ramadhani Kirana Putra, SE, MM dan H. Suryadi Nurdal, SH. Artinya, kedua Bapaslon tersebut dinyatakan sehat secara jasmani, rohani dan memenuhi syarat untuk tampil di Pilkada Kota Solok 2024. Hal ini sekaligus menepis segala “kekhawatiran” sejumlah pihak terhadap 4 konstestan yang akan bertarung, terutama dari sisi kesehatan.
Nofi Candra dan Leo Murphy, akhirnya lolos dari “lubang jarum”, setelah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), memberikan rekomendasi yang menjadi “Jalan Tuhan”, sehingga NC-LM bisa tampil sebagai kontestan Pilkada Kota Solok 2024. Meski hanya satu partai parlemen dengan dua kursi di DPRD Kota Solok, PPP memenuhi syarat mengusung sendiri kandidat di Pilkada Kota Solok 2024. Partai berlambang Ka’bah tersebut meraup 10,5 persen suara dan menjadi satu dari lima Parpol di Kota Solok yang berhak mengusung sendiri tanpa harus berkoalisi dengan Parpol lain. Hal ini sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang kemudian diperkuat dengan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2024.
“Jalan Tuhan” melalui “Partai Kiblat”, mendadak menjadi “trending topic” dan secara luar biasa melahirkan gelombang tsunami politik di Kota Solok. Dukungan dari berbagai elemen masyarakat, terutama dari “akar rumput” mengalir tanpa terkendali. Masyarakat yang awalnya sempat “pasrah” dan “putus harapan”, kembali bergairah mengikuti proses demokrasi. Tanpa terkendali, masyarakat mengantarkan NC-LM ke KPU Kota Solok pada 28 Agustus 2024. Animo dan antusiasme masyarakat tersebut, membuat air mata Nofi Candra maupun Leo Murphy tak dapat lagi terbendung saat pendaftaran.
Upaya “brutal” dari Pasangan Ramadhani Kirana Putra dan Suryadi Nurdal untuk menggiring Pilkada Kota Solok melawan “Kotak Kosong”, akhirnya bisa dipatahkan dengan “Jalan Tuhan”. Berbagai pihak, seakan kembali tersadar dengan lambang PPP, Ka’bah, yang merupakan kiblat umat Islam sedunia. Sehingga, PPP kini dinilai tidak hanya dianggap sebagai penyelamat demokrasi dari permainan tingkat elit, tapi juga sebagai kiblat demokrasi di Kota Solok, Sumatera Barat dan Indonesia. Bahkan, sehari usai mendaftarkan NC-LM ke KPU Kota Solok, Kantor DPC PPP Kota Solok dibanjiri karangan bunga. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya di Kota Solok.
Nada-nada dan suara-suara “sumbang”, seperti serakah, tamak, rakus, dan tak beretika, bertebaran dengan deras di media sosial (Medsos). Status-status di berbagai akun Medsos dipenuhi ungkapan satire (sindiran), hujatan dan pujian terhadap keagungan Tuhan. “Ternyata Allah Tidak Pernah Tidur”, “Jalan Tuhan Selalu Terbuka bagi Orang yang Punya Keyakinan”, “Jangan Pernah Sombong, Tuhan Bersama Orang-Orang yang Tidak Munafik”, “Santun dan Serakah itu Jauh Beda”, “Tampilannya saja yang Santun, tapi Ternyata Serakah”, “Allah Maha Besar, Kita hanya Hamba”, serta ungkapan-ungkapan lainnya.
Seiring dengan euforia dan dukungan masyarakat akar rumput, sejumlah tokoh-tokoh politik Kota Solok, secara terang-terangan menunjukkan dukungannya. Di antaranya, mantan Ketua DPRD Kota Solok tiga periode Yutris Can, SE, Anggota DPRD Sumbar dari Kota Solok Daswippetra Dt Manjinjing Alam, Anggota DPRD Kabupaten Solok Ismael Koto, serta sederet tokoh-tokoh lainnya. Apalagi dengan penggiringan kekuatan besar, dan upaya melawan kotak kosong yang terdengar seperti “otak kosong”, membuat para “tuo-tuo silek politik” Kota Solok meradang. Alhasil, gelombang besar perlawanan tercipta secara terstruktur, sistematis dan massif. Keberadaan para tokoh ini di sisi Nofi Candra dan Leo Murphy, mengaktifkan “tombol perintah” terhadap barisan dan loyalis mereka masing-masing.
“Jika dalam seratus persen, sisakan lah 1 persen, karena yang satu persen itu adalah milik Allah. Karena segala sesuatunya di dunia ini, yang menentukan adalah Allah. Terbukti, jalan Allah yang membuat NC-LM mampu tampil di kontestasi Pilkada Kota Solok 2024,” ujar Yutris Can.
NC-LM juga mendapatkan momentum sebagai pihak-pihak terzalimi, karena keduanya sebelumnya kader-kader partai yang keputusan dan rekomendasi dari tingkat pusat (DPP) berpihak ke pasangan Ramadhani Kirana Putra dan Suryadi Nurdal. Seperti diketahui, Nofi Candra adalah kader Partai Gerindra dan Leo Murphy adalah kader Partai Golkar. Sementara, Ramadhani adalah kader Partai NasDem setelah “melawan” keputusan Partai Golkar saat maju di Pilkada 2020 lalu. Padahal, di Pilkada 2020 tersebut, Partai Golkar mengusung Yutris Can dan Irman Yefri Adang.
Tidak puas dengan rekomendasi dari Partai NasDem dan PKS, Ramadhani dan Suryadi kemudian berhasil “merampas” Partai Gerindra dan Partai Golkar dari Nofi Candra dan Leo Murphy. Gerakan “memborong” 9 partai parlemen, terus berlanjut dengan keberhasilan mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sebelumnya sudah dalam “genggaman” RDKP-SN, secara tak terduga mengalihkan dukungan ke NC-LM.
Saat seluruh Parpol sudah berada di “genggaman” RDKP-SN, isu dan opini justru berbalik arah di Kota Solok. Hal yang paling dicermati masyarakat adalah untuk mendapatkan rekomendasi dari Parpol-Parpol, tentu membutuhkan biaya besar. Sehingga, RDKP-SN dianggap punya banyak uang dan disebut-sebut tak terbatas. Tapi, hal ini justru menimbulkan “luka mendalam” bagi sebagian masyarakat, karena “uang banyak” tersebut justru diberikan ke petinggi Parpol di tingkat pusat.
Masyarakat menilai, mengapa uang miliaran rupiah itu tidak digunakan sebagai stimulan untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Seperti pembangunan jalan, irigasi, penguatan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), sektor pendidikan, kepemudaan, pengembangan potensi generasi milenial, hingga pemberdayaan kaum adat, agama dan kemasyarakatan.
Meskipun, para pendukung RDKP-SN mengatakan mengatakan dukungan yang diraih hanya sekadar basa-basi atau malah gratis, masyarakat Kota Solok, mayoritas sama sekali tak percaya.
“Tak mungkin lah sekadar basa-basi, apalagi gratis. Sedangkan kader saja terkadang juga harus membayar “mahar” ke partainya sendiri. Apalagi, jika bukan kader. Syogyanya, setelah mencukupi syarat maju, akan sangat bijak jika uang tersebut beredar di Kota Solok. Terutama untuk membantu masyarakat yang saat ini ekonominya sangat sulit,” ujar Yutris Can.